[Jakarta – 8 Mei 2024] Pada 6 & 7 Mei 2024 lalu, komunitas pengungsi di Makassar melakukan aksi demonstrasi. Aksi demokrasi bertujuan untuk menyuarakan situasi kesulitan yang dialami oleh pengungsi yang berada di Indonesia, mendorong perlindungan HAM secara penuh bagi pengungsi, serta meningkatkan perhatian negara-negara ketiga untuk proses resettlement/keberangkatan ke negara ketiga. Aksi ini bukanlah kali pertama dilakukan oleh komunitas pengungsi. Berdasarkan pemantauan situasi yang dilakukan oleh SUAKA dalam kesempatan berbeda sebelumnya, kekerasan terhadap massa aksi kerap terjadi dan hal ini mempertebal darurat perlindungan HAM bagi pengungsi di Indonesia.
Berdasarkan rekaman yang tersirkulasi pada sosial media dan jejaring personal SUAKA, terdapat temuan terjadinya tindak kekerasan dan represifitas terhadap pengungsi yang melakukan demonstrasi. Tindak kekerasan dilakukan oleh beberapa oknum yang teridentifikasi dengan cukup jelas pada video yang beredar. Kami mendorong pihak kepolisian untuk melakukan tindakan penyelidikan hingga pengusutan pelaku kekerasan terhadap pengungsi tersebut.
“Tujuan demonstrasi damai kami adalah angkat suara dan menarik perhatian negara Indonesia dan negara-negara yang menerima pengungsi terhadap situasi buruk kami di Indonesia karena pihak IOM dan UNHCR tidak pernah mau mendengar keluhan para pengungsi dan tidak pernah mau mencari solusi yang terbaik untuk para pengungsi di Makassar.” Tulis salah satu pengungsi yang mengikuti demonstrasi kepada SUAKA.
Berdasarkan informasi yang diterima melalui rekaman video dan keterangan tertulis oleh SUAKA. Beberapa pengungsi mengalami pendorongan paksa serta pemukulan yang mengakibatkan luka fisik. Selain tindak kekerasan, terdapat 2 pengungsi yang juga mengalami penangkapan dan penahanan. Meski keduanya kini telah bebas, hal ini adalah bentuk pelanggaran HAM dan mengancam kebebasan berekspresi bagi manusia.
SUAKA mengecam tindak kekerasan, represifitas, dan penangkapan terhadap anggota komunitas pengungsi yang melakukan demonstrasi damai ini. “Kami menyayangkan kejadian ini. Ini adalah problematika struktural yang kerap terjadi di Indonesia. Kekerasan dan penangkapan adalah ancaman besar dalam kebebasan berekspresi” Tegas Atika Yuanita, Ketua Perkumpulan SUAKA.
Kebebasan berekspresi dalam hal ini untuk menyatakan pendapat merupakan salah satu hak fundamental setiap individu sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005, Pasal 25 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum.
Saat ini tercatat lebih dari 1200 pengungsi berada di Makassar. Sebagai bagian dari komunitas sosial di Indonesia, pengungsi mengalami beberapa pembatasan dalam hal pemenuhan hak dasar. Pengungsi dilarang bekerja, pengungsi tidak memiliki akses kesehatan yang terjangkau, dan pengungsi tidak memiliki akses pendidikan secara penuh. Kondisi ini ditambah dengan lamanya waktu tunggu bagi dirinya untuk diberangkatkan ke negara ketiga sebagai solusi bagi dirinya. Kondisi ini menciptakan ketidakjelasan masa depan, buruknya kesehatan mental, dan lemahnya pengembangan kapasitas pribadi.
“Indonesia memang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi. Namun, Indonesia adalah negara yang meratifikasi Konvensi-Konvensi Utama mengenai HAM hampir secara keseluruhan. Ditambah dengan sifat universitalitas dan non-diskriminasi dalam perlindungan HAM, kewajiban perlindungan kebebasan berekspresi juga harus dilindungi kepada komunitas pengungsi. “ Tambah Atika Yuanita. Kami harap pihak berwenang dikemudian hari bisa memberikan keadilan dan reparasi bagi korban tindak kekerasan dan penangkapan tersebut.
Narahubung
Angga Reynady +62 819-4943-4214
Jayanti Aarnee Kusumadewi +62 859-2730-5281