(Jakarta, 21 September 2023) SUAKA kembali mengecam keputusan deportasi yang dilakukan oleh petugas imigrasi pada Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Indonesia terhadap satu orang pengungsi (refugee) laki-laki, berinisial AH, asal Palestina.
Peristiwa ini menunjukan bahwa situasi perlindungan HAM bagi pengungsi semakin mengkhawatirkan.
“Sayang sekali hal ini terjadi. Padahal, Indonesia sendiri telah mengakui hak seseorang untuk mencari suaka politik yang diatur dalam Pasal 28G ayat (2) UUD 1945 dan UU HAM. Selain itu, hal ini juga tidak memberikan penjaminan rasa aman bagi pengungsi yang berada di Indonesia, Pengungsi AH adalah salah satu contohnya”, ujar Angga Reynady, staf bantuan hukum Perkumpulan SUAKA.
“Hal ini menegaskan bahwa kembali terjadi preseden buruk bagi perlindungan HAM, khususnya bagi pengungsi dari luar negeri di Indonesia. Kami mendesak untuk adanya evaluasi pelaksanaan penanganan pengungsi dari pihak imigrasi dan mencegah untuk hal ini dapat terjadi kembali. Dan sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM, Indonesia masih belum menjadi tempat yang aman dan ramah bagi pengungsi. Hentikan praktik deportasi pengungsi.” tutup Atika Yuanita Paraswaty, Ketua Perkumpulan SUAKA.
Latar Belakang:
Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan, Pengungsi AH dideportasi menggunakan maskapai Batik Air ID-6018 dengan tujuan Kuala Lumpur, Malaysia pada 20 September 2023 sekitar pukul 17.00 WIB.
Terkait situasi AH, UNHCR Indonesia telah melakukan penyuratan terhadap pihak Rumah Detensi Imigrasi Kupang. Kemudian, berdasarkan informasi yang diterima oleh SUAKA, kondisi Pengungsi AH tidak menginginkan akan dideportasi. Petugas imigrasi Kupang melalui tindakan deportasi ini, telah membuat Pengungsi AH kehilangan haknya untuk mendapat perlindungan oleh Indonesia sebagai bagian dari komunitas internasional. Sebelumnya AH berada di Rudenim Kupang sejak tahun 2022 dengan alasan habisnya masa berlaku izin tanggal. Selanjutnya ia telah terdaftar dan telah mengikuti proses pengajuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD) yang dilakukan oleh UNHCR Indonesia. Upaya mengeluarkan ia dari Rudenim Kupang oleh kuasa hukumnya tidak berhasil dilakukan.
Walaupun Indonesia belum menjadi negara pihak dalam Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, namun mekanisme perlindungan HAM dijamin melalui instrumen HAM yang berlaku universal dan mengikat terhadap Indonesia seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional Mengenai Hak Hak Sipil dan Politik, Konvensi Anti Penyiksaan khususnya yang berkaitan dengan prinsip non-refoulement.
Selain itu, seluruh pihak keimigrasian seharusnya menjalankan penanganan pengungsi luar negeri sesuai dengan mekanisme penanganannya di Indonesia yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri. Indonesia juga memiliki Peraturan Direktorat Jenderal Imigrasi No. IMI-0352.GR.02.07 Tahun 2016 Tentang Penanganan Imigran Ilegal yang Menyatakan Diri Sebagai Pencari Suaka atau Pengungsi (“Perdirjenim 2016”). Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 3 Perdirjenim 2016 bahwa orang asing yang mendapatkan status sebagai pengungsi, dapat tidak dipermasalahkan izin tinggalnya selama berada di Indonesia.
Narahubung:
Angga Reynady (081212378252)
Atika Yuanita Paraswaty (081383399078)
For the English version of the press release, you can refer to the document below.