“Mengecam Pernyataan Menkopolhukam tentang Pencari Suaka sebagai Komoditas Diplomatik!”
SUAKA, sebuah jaringan masyarakat sipil untuk advokasi hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka, sangat menyesalkan pernyataan Menkopolhukam yang menjadikan pencari suaka politik/pengungsi sebagai dagangan politik di saat ketegangan diplomatik Indonesia dan Australia terjadi terkait masalah penerapan hukuman mati di Indonesia. Dalam sebuah pernyataan, Menteri MENKOPOLHUKAM, Tedjo Edhy Purdijatno, mengancam akan melepaskan 10.000 pencari suaka bila Australia terus bersikap tak bersahabat terhadap eksekusi mati terpidana Bali nine. Sebuah pernyataan publik yang tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat tertinggi Republik ini yang bertanggung jawab di bidang Politik dan HAM
Dengan pelbagai alasan dan faktor, sepuluh ribu pengungsi/pencari suaka yang ada di Indonesia saat ini adalah orang-orang yang terancam jiwa dan keamanannya di negara asalnya sehingga terpaksa harus mencari perlindungan di negara lain. Selama ini, sejak 1979, Indonesia, sebagai Negara transit, telah memberikan bantuan kepada pencari suaka/pengungsi secara sementara, di antaranya pula dengan mengizinkan UNHCR (Kantor Urusan Pengungsi PBB) dan IOM (Organisasi Migrasi Internasional) di Indonesia untuk menangani permasalahan tersebut sembari menunggu solusi jangka panjang.
Untuk itu, SUAKA memandang bahwa pernyataan Menkopolhukam tersebut mencerminkan bahwa Menteri tidak mengerti tentang permasalahan pengungsi internasional, karena pernyataan tersebut bertentangan dengan sikap dan kebijakan pemerintah Indonesia selama ini yang menilai bahwa permasalahan pengungsi adalah masalah dan tanggung jawab dunia, di mana Indonesia harus dan telah berupaya berbagi beban sebagai bagian dari komunitas Internasional. Dan menjadi aktor penting dalam kerjasama regional masalah pengungsi dalam konteks “Bali Process” . yang justru di pimpin oleh Indonesia dan Australia. Pernyataan ini jelas memposisikan para pengungsi hanya sebagai komoditas diplomatik untuk mengurangi tuntutan Australia dalam kasus eksekusi hukuman mati di Indonesia, pernyataan yang merendahkan martabat kemanusiaan, padahal pernyataan ini memberikan efek besar pada kerentanan para pengungsi dan berpotensi menempatkan pengungsi internasional dalam bahaya yang lebih besar.
Sebagai champion demokrasi dan HAM di kawasan Asia Tenggara sudah seharusnya Indonesia menunjukan komitmennya dengan melihat isu pengungsi ini dari perspektif HAM, terlebih hak untuk mencari suaka telah diakui di dalam konstitusi Indonesia, UUD 1945.
Dengan ini, SUAKA menyatakan:
- Suaka mengecam pernyataan Menkopolhukam tersebut yang – bisa jadi mewakili pandangan pemerintah secara umum – menyebutkan bahwa Indonesia “bisa melepaskan 10 ribu pengungsi tersebut menjadi Tsunami Manusia ke Australia.” Pengungsi adalah kelompok rentan yang membutuhkan perlindungan dan bukan komoditas politik yang dapat dijadikan daya tawar. Penyebutan pengungsi sebagai “Tsunami Manusia” telah merendahkan martabat manusia yang selayaknya dijaga sebagai bagian dari penegakan HAM.
- Meminta Menkopolhukam agar menarik pernyataannya tersebut dan meningkatkan kerjasama regional antar negara-negara di kawasan Asia Pasifik termasuk Australia, dalam kerangka kerja penanganan permasalahan pengungsi yang mengupayakan perlindungan hak-hak asasi mereka, serta mencarikan solusi yang permanen (durable solution).
- Dengan absennya kerangka hukum di Indonesia dalam perlindungan pengungsi mengakibatkan adanya diskriminasi dan stigmatisasi terhadap pengungsi sebagai imigran gelap (illegal immigrant), di mana mereka dapat ditangkap dan ditahan tanpa proses yang jelas. Padahal, hukum kebiasaan internasional meletakkan pengungsi sebagai subyek hukum yang harus dilindungi dan difasilitasi.
- Melepaskan para pengungsi ke laut lepas melalui perahu akan meletakan hidup para pengungsi ke dalam bahaya yang lebih besar. Khususnya, ketika masih berada dalam proses penentuan status sekaligus perlindungan. Suaka menekankan bahwa Indonesia harus menjadi tuan rumah yang baik dalam memberikan perlindungan sementara bagi mereka.
Febionesta, Chair of Suaka
Coverage:
SUAKA, sebuah jaringan masyarakat sipil untuk advokasi hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka, mengecam pernyataan Mekopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang menjadikan pencari suaka politik atau pengungsi sebagai dagangan politik di saat ketegangan diplomatik Indonesia dengan Australia terjadi terkait masalah penerapan hukuman mati di Indonesia. Dalam sebuah pernyataannya, Tedjo Edhy mengancam akan melepaskan 10.000 pencari suaka bila Australia terus bersikap tak bersahabat terhadap eksekusi mati terpidana Bali Nine.
“Sebuah pernyataan publik yang tidak pantas di ucapkan oleh seorang pejabat tertinggi Republik ini yang bertanggung jawab di bidang Politik dan HAM,” tulis Febionesta, Chair of Suaka dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Jumat (13/3/2015)……
Menko Polhukam Tedjo Edhy mendapat sorotan dari Australia atas pernyataannya soal ‘tsunami manusia’. Hal tersebut juga disayangkan oleh sejumlah aktivis kemanusiaan Indonesia yang tergabung dalam SUAKA. Menurut mereka pernyataan tersebut tidak manusiawi.
“Pernyataan Menkopolhukam itu sangat tidak manusiawi dan sebetulnya bertentangan dengan program pemerintah Indonesia dalam persoalan hubungan HAM, pencari suaka atau yang sudah mempunyai hak suaka politik,” ujar Rafendi Djamin, Direktur Eksekutif Human Right Working Group (HRWG)kepada wartawan di Gedung Jiwasraya, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (13/3/2015)……..
JPNN http://jpnn.com/news.php?id=292313
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) mengecam pernyataan Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edy Purdijatno yang menyatakan Indonesia bisa melepaskan 10 ribu pengungsi asing dan menjadi tsunami manusia ke Australia.
“Kita mengecam pernyataan Menteri Tedjo. Kami mendesak Tedjo harus segera klarifikasi soal itu,” kata Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin di kantornya, Jakarta, Jumat (13/3)
JPNN http://jpnn.com/news.php?id=292126
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menampik pernyataannya bahwa Indonesia bermaksud akan melepas ribuan pencari suaka ke Australia saat ini. Menurut Tedjo pernyataan yang kemudian beken dengan sebutan Tsunami Manusia itu dilontarkannya hanya untuk berandai-andai semata. Terutama setelah ia melihat pemerintah Australia getol melancarkan ‘serangan’ untuk membatalkan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba duo Bali Nine.
“Saya katakan mereka (Australia) selalu menekan dan mengancam. Saya lalu berandai-andai, bayangkan kalau saya bebaskan mereka (pencari suaka) untuk kehidupan baru, semua menuju Aussie itu kan. seperti bah imigran. Mereka akan kesulitan. Makanya jangan ancam-ancam begitu. Tapi bukan berarti saya mau melepaskan begitu,” papar Tedjo di kompleks Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3)…….