Over 10 years we help companies reach their financial and branding goals. Engitech is a values-driven technology agency dedicated.

Gallery

Contacts

411 University St, Seattle, USA

engitech@oceanthemes.net

+1 -800-456-478-23

Media Release

[Jakarta, 10 Desember 2025] – Bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia setiap 10 Desember, Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mengambil langkah nyata dan strategis dalam memastikan perlindungan HAM, khususnya bagi ribuan pengungsi dan pencari suaka yang berada di wilayah Indonesia.

Hingga kini, Indonesia masih menjadi rumah bagi lebih dari 11.000 pengungsi dan pencari suaka, yang datang ke Indonesia karena beberapa permasalahan struktural di negaranya. Meski berbeda identitas personal dalam hal kewarganegaraan, suku, bangsa, agama, dan identitas lainnya, kewajiban perlindungan HAM berlaku universal dan non-diskriminatif. Dalam beberapa agenda publik nasional serta agenda diplomasi di level internasional, Indonesia kerap menyebut aspek kemanusiaan, serta komitmen penanganan pengungsi yang berkaitan dengan perlindungan HAM. Dalam momentum hari HAM ini, waktunya Indonesia menunjukkan komitmen tersebut dalam bentuk aksi konkrit melalui kebijakan berbasis HAM. 

Kondisi Pemenuhan HAM yang Mengkhawatirkan

Hari HAM ini seharusnya menjadi momentum reflektif  bahwa hak-hak dasar setiap manusia, termasuk hak untuk hidup yang layak, hak atas kesehatan, dan hak atas pendidikan, harus dipenuhi tanpa diskriminasi. Komunitas pengungsi kian terdesak. Mereka mengalami pembatasan hak secara luar biasa, sementara solusi komprehensif berbasis internasional sebagai tujuan utama, kian sulit didapatkan sebagai akibat dari perubahan geopolitik di tingkat internasional. Pengungsi dan pencari suaka kini hidup dengan ketidakpastian berkepanjangan yang berdampak pada kesejahteraan dan keamanan sosial yang sangat tidak ideal. 

Di Indonesia, status pengungsi dan pencari suaka yang belum diatur secara komprehensif oleh regulasi nasional yang implementatif, menyebabkan mereka rentan terhadap berbagai pelanggaran hak:

  • Ketiadaan Akses Kerja Formal : Larangan bekerja secara formal memaksa pengungsi untuk hidup dalam ketidakpastian ekonomi, seringkali bergantung pada bantuan terbatas oleh organisasi internasional maupun organisasi masyarakat sipil. Sayangnya, perubahan peta pendanaan program-program HAM yang kian menurun sejak 2025, meninggalkan pengungsi pada ketiadaan bantuan. Hal ini seiring dengan menurunnya anggaran yang tersedia oleh penyedia bantuan finansial yang sebelumnya membantu, seperti UNHCR;
  • Ketiadaan Kepastian Melalui Identitas Hukum: Sebagai pengungsi dan pencari suaka, mayoritas pengungsi hanya mengandalkan identitas yang diberikan oleh UNHCR sebagai identitas. Sayangnya, identitas pengungsi ini tidak diakui sebagai dokumen sipil yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai layanan perlindungan, dan pencatatan sipil penting. Akibatnya, pengungsi mengalami tantangan dalam mengakses fasilitas perlindungan serta pencatatan peristiwa penting seperti kelahiran, perkawinan, dan lain-lain. Imbasnya, terjadi ketidakpastian atas status,  ketidakpastian hukum, serta mempertebal kerentanannya sebagai individu.
  • Akses Kesehatan:  Meskipun ada upaya, akses yang stabil dan merata terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas masih menjadi tantangan besar. Akses kesehatan menjadi masalah besar khususnya terkait dengan ketidakmampuan pengungsi dalam memenuhi pembiayaan dalam fasilitas dan layanan kesehatan. Komunitas pengungsi tidak memiliki dukungan dalam bentuk program pembiayaan fasilitas kesehatan terjangkau. Sehingga, ketika seorang pengungsi mengalami kendala medis, ia harus membayar secara mandiri dengan biaya tinggi. Demikian pula ketika pengungsi dalam situasi kedaruratan dimana mereka terekspos kondisi rentan berlapis yang memerlukan penanganan komprehensif.
  • Pendidikan Terbatas: Pemenuhan hak dalam konteks pendidikan dirasakan lebih baik. Melalui Surat Menteri Nomor 30546/A.A5/HK.01.00/2022, pengungsi anak memang memiliki akses pendidikan formal. Demikian pula dengan pendidikan tinggi, dimana akses pengungsi masih minim. Hak atas pendidikan sayangnya tidak diikuti dengan pemenuhan hak secara penuh.  Pengungsi tidak dapat mendapatkan ijazah dan memerlukan pendanaan atau semacam sponsor untuk membiayai pendidikannya. Pendidikan adalah pilar utama dalam mendukung kesejahteraan komunitas serta mendukung masa depan individu pengungsi  jangka panjang.
  • Pemenuhan Kebutuhan Dasar: Pengungsi di Indonesia selama menunggu penempatan ke negara ketiga tidak diperbolehkan untuk bekerja. Pengungsi bergantung kepada bantuan lembaga Internasional, nasional dan keluarga di luar negeri untuk pemenuhan kebutuhan dasar yakni sandang, pangan, papan. Tak jarang, pengungsi menjadi terlantar, tuna wisma ketika bantuan sama sekali tidak diperoleh. Demikian pula dengan pengungsi yang berada pada masa darurat, mereka yang terdampar membutuhkan bantuan cepat untuk pangan, sanitasi, tempat tinggal dan perlindungan dari ancaman fisik. 
  • Situasi Akses Terhadap Keadilan: Dalam konteks kerentanan hukum, SUAKA mencatat bahwa pada periode 2021–2024 terdapat 509 individu pengungsi yang berhadapan dengan hukum, mulai dari proses penentuan status, isu hukum nasional (pidana, perdata, keimigrasian), hingga pelanggaran hak asasi manusia. Dalam penanganan hukum, kerap kali terdapat beberapa tantangan yang dihadapi pengungsi dalam mengakses keadilan. Mulai dari proses pelaporan pidana yang beberapa kali mengalami penolakan hingga sulitnya akses bantuan hukum dalam penanganan kasus keimigrasian. Selain minim akses pada proses hukum, pengungsi baik yang berada pada masa darurat maupun menunggu menghadapi situasi seperti pemaksaan, kekerasan, perampasan hak, kekerasan berbasis gender, dan penahanan semena-mena. Situasi ini memerlukan reformasi kebijakan struktural yang mengakui pengungsi sebagai kelompok rentan secara spesifik serta mekanisme khusus bagi pengungsi dan pencari suaka yang dibedakan secara khusus. Mengingat, pengungsi dan pencari suaka memiliki kerentanan spesifik dalam tahapan migrasi hingga sampai di Indonesia.

Arah Kebijakan Ke Depan Bagi Perlindungan HAM yang Lebih Baik

Reformasi perlindungan HAM bagi pengungsi sudah seharusnya terjadi melalui kebijakan tertulis sebagai bentuk kepastian hukum. Kebijakan ini dapat dituju dengan beberapa langkah utamanya melalui pengembangan kebijakan maupun pembentukan kebijakan berbasis HAM baru. Indonesia bukan halaman kosong, mengingat telah terdapatnya beberapa kebijakan fundamental dalam penanganan pengungsi. Hanya saja, kebijakan tersebut belum diikuti dengan perspektif HAM yang kuat serta kebijakan payung yang kuat.

Jika bicara kebijakan, maka fokus akan tertuju pada Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri (Perpres No. 125/2016). Perpres ini berisi mekanisme prosedural dan mandat spesifik pada instansi negara terkait dalam penanganan pengungsi di tingkat penemuan hingga pengawasan keimigrasian. Mekanisme prosedural memang baik dalam hal kejelasan penanganan dalam rantai koordinasi di tingkat kenegaraan, namun Perpres tersebut tidak berkaitan dengan penjaminan hak-hak dasar bagi komunitas pengungsi dan pencari suaka. Selanjutnya, peraturan turunan yang berkaitan dengan pengungsi, juga tidak menyentuh perlindungan HAM tersebut.

Selanjutnya, sebagaimana pengungsi dan pencari suaka tidak memiliki peraturan perundang-undangan payung yang memiliki substansi komprehensif (biasanya dalam bentuk Undang-Undang), pengungsi kemudian diinkorporasikan dengan peraturan hukum yang eksis. Seperti dalam konteks keimigrasian, Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang berlaku pada orang asing, juga berlaku pada pengungsi dan pencari suaka. Memang secara definisi, pengungsi merupakan orang asing. Namun, kerentanan spesifik serta ancaman yang dialami di negara asalnya, membuat situasinya berbeda dan diperlukan mekanisme khusus dalam penanganannya. Dampaknya, implementasi keimigrasian termasuk pendetensian sebagai sebab administrasi bagi orang asing non-pengungsi yang tidak ideal diimplementasikan dengan pengungsi dengan kerentanan spesifiknya. Oleh karenanya, masih terdapat beberapa kasus pendetensian atas asas-asas administrasi tersebut dalam catatan masyarakat sipil. Ketiadaan kebijakan spesifik juga berdampak pada minimnya perlindungan keamanan dalam level nasional dan daerah. Sebagai contoh, dalam konteks perlindungan perempuan dan anak, beberapa unit daerah mengalami keraguan serta ketidakjelasan penanganan perlindungan mengingat secara kebijakan, pengungsi tidak secara spesifik diakui sebagai kelompok rentan. Selain itu, akibat lainnya adalah berkaitan dengan sulitnya pemenuhan persyaratan dalam mengakses layanan, mengingat persyaratan difokuskan hanya pada kelompok yang secara tertulis diakui serta memenuhi persyaratan dokumen administrasi. Sedangkan, permasalahan pencatatan sipil juga menjadi permasalahan besar sendiri yang dialami oleh komunitas pengungsi di Indonesia.

Menyikapi tersebut, praktis Indonesia memiliki beberapa opsi. Baik merevisi kebijakan yang sudah ada dengan meningkatkan perspektif HAM terhadap pengungsi dan pencari suaka, maupun membentuk peraturan hukum payung baru dalam level yang tinggi. Satu opsi yang mungkin dilakukan dalam jangka panjang, adalah pembuatan Undang-Undang dengan mengedepankan perlindungan HAM secara komprehensif.

Rekomendasi Kedepan

Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia menegaskan bahwa perlindungan pengungsi adalah tanggung jawab HAM kolektif, sejalan dengan komitmen Indonesia sebagai negara anggota PBB.

Oleh karena itu, Koalisi mendesak Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian terkait (Kemenko Polhukam, Kemenkumham, Kemensos, dan Kemenlu) untuk:

  1. Segera Susun dan Perbaikan Regulasi Implementatif: Percepat revisi Peraturan Presiden (Perpres) turunan dari Perpres No. 125 Tahun 2016 yang secara eksplisit mengatur hak-hak dasar, maupun membentuk kerangka hukum baru yang berperspektif HAM, antara lain pengakuan atas Nomor identifikasi kartu UNHCR untuk diintegrasikan dalam sistem kependudukan di Indonesia dan diakui sebagai dokumen yang sah bagi pengungsi untuk tinggal di Indonesia selama dalam masa menunggu, hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan, dan akses layanan kesehatan yang setara dan berkelanjutan.
  2. Perkuat Kapasitas Lokal: Tingkatkan perspektif, pengetahuan, dan kapasitas penanganan berbasis HAM bagi instansi kenegaraan, aparat penegak hukum, serta pembuat kebijakan melalui upaya-upaya pendidikan HAM serta peningkatan kapasitas secara konstan.
  3. Tingkatkan Kerja Sama Internasional: Dorong negara-negara pihak untuk mempercepat proses relokasi (resettlement), serta upaya diplomasi untuk membagi kewajiban penanganan pengungsi dengan memasukkan pengungsi dari luar negeri  dalam mekanisme monitoring  di level regional dan internasional.
  4. Perkuat pemberdayaan bagi komunitas lokal dan pengungsi di Indonesia: Peningkatan upaya-upaya pemberdayaan untuk menciptakan penanganan berbasis komunitas serta kolaborasi yang menguntungkan komunitas pengungsi bersama dengan masyarakat Indonesia secara utuh. Selain itu, berdayanya komunitas pengungsi juga akan meningkatkan kemandirian dalam kesejahteraan sebagai bagian dari komunitas sosial. 

Penutup: Janji HAM Harus Diwujudkan

Perlindungan HAM sejati diuji pada kelompok yang paling rentan. Peringatan Hari HAM ini tidak boleh berakhir hanya sebagai seremonial. Koalisi Masyarakat Sipil akan terus mendorong Pemerintah untuk mewujudkan solusi yang berlandaskan HAM, demi memastikan martabat dan masa depan yang lebih baik bagi pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.

Jaringan Masyarakat Sipil Pemerhati Isu Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia 

  1. Perkumpulan Suaka untuk Perlindungan Hak Pengungsi (SUAKA)
  2. Suara Kita 
  3. Jesuit Refugee Service Indonesia (JRS Indonesia)
  4. Dompet Dhuafa
  5. Asia Justice and Rights (AJAR)
  6. HRWG
  7. Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI)
  8. MER-C (Medical Emergency Rescue Committee)
  9. KontraS Aceh
  10. Yayasan Cita Wadah Swadaya (YCWS)

Kontak:

  • Angga Reynady (081949434214)
  • Annabella Arawinda (085121230272)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *