(27 Desember 2023) SUAKA prihatin terhadap pemindahan paksa pengungsi Rohingya dari tempat penampungan sementara pengungsi di Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh. Diberitakan oleh sejumlah media massa, tindakan ini dilakukan oleh sekelompok mahasiswa yang mengaku dari aliansi BEM Nusantara pada 27 Desember 2023. Setelah mereka melakukan aksi unjuk rasa di depan DPR Aceh, para mahasiswa menggeruduk para pengungsi ketika sebagian dari mereka tengah melakukan ibadah solat dzuhur berjamaah di fasilitas penampungan sementara tersebut. Di tempat tersebut, sebagian besar pengungsi Rohingya yang ditampung adalah dari perempuan dan anak-anak, dan sebagian kecil orang dewasa. Mereka adalah korban dari konflik dan persekusi yang telah melakukan perjalanan berbahaya untuk mencari perlindungan internasional.
Dilansir dari beberapa media daring di Aceh seperti Acehkini.id, Serambinews.com, Kabaraktual.id, dalam insiden tersebut para mahasiswa melakukan intimidasi yang berujung pengusiran kepada pengungsi, seperti melemparkan barang-barang kearah pengungsi, dan menyoraki mereka. Pengungsi Rohingya yang terkepung hanya dapat terdiam dan menangis ketakutan, terutama anak-anak, dan sebagian dari mereka tampak meminta ampun. Keadaan semakin memburuk karena petugas kepolisian dan Satpol PP tidak mampu membendung massa. Pada akhirnya mereka terpaksa menuruti keinginan para pendemo, yang mendesak dan memindahkan mereka secara paksa ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh.
Tindakan para mahasiswa ini bukan hanya merupakan bentuk kekerasan verbal yang dilarang peraturan-undangan, terutama terhadap anak-anak, tetapi juga mengarah pada tindakan main hakim sendiri, karena secara sewenang-wenang/ tanpa hak memindahkan pengungsi secara paksa. Padahal penampungan sementara tersebut merupakan lokasi yang telah disepakati pemerintah setempat sebagai tempat penampungan sementara sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Dalam hal ini, SUAKA juga menyesalkan sikap mahasiswa yang tidak menghormati keberadaan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 sebagai dasar hukum penanganan pengungsi, termasuk dalam penyediaan tempat penampungan selama di Indonesia.
Lebih lanjut, SUAKA menekankan perlunya tindakan tegas dari POLRI dan aparat terkait, seperti Satpol-PP, dalam menjalankan tugasnya untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, termasuk perlindungan hak atas keamanan pribadi yang berlaku secara universal bagi semua orang, termasuk pengungsi. Insiden di Banda Aceh ini menunjukkan betapa lemahnya aparat keamanan ketika dihadapkan pada aksi massa yang mengarah pada tindakan kekerasan terhadap kelompok rentan.
Tindakan sewenang-wenang terhadap pengungsi ini bukan hanya merupakan kejadian terisolasi, namun sangat dipengaruhi oleh kampanye negatif bermuatan diskriminasi rasial kepada pengungsi di media sosial, termasuk di dalamnya penyebaran disinformasi dan ujaran kebencian. Kampanye ini tidak hanya menargetkan pengungsi Rohingya, tetapi juga otoritas, komunitas lokal, dan pekerja kemanusiaan yang dapat menumbuhkan kebencian dan tindakan kekerasan secara massal. Dalam hal ini, SUAKA juga mendesak aparat penegak hukum mengusut dugaan tindak pidana ujaran kebencian dan diskriminasi rasial terhadap pengungsi Rohingya di ruang virtual, khususnya melalui media sosial.
Indonesia, dengan nilai-nilai kemanusiaannya sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945, dan Aceh dengan kearifan lokalnya telah memainkan peran penting dalam menyelamatkan nyawa pengungsi, khususnya pengungsi Rohingya. Telah banyak hal-hal yang baik yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh beserta kelompok masyarakat Aceh dan Indonesia secara umum untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi yang menjadi prestasi kemanusian dan seharus dilanjutkan. Namun, insiden ini menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan upaya memperkuat perlindungan bagi mereka yang mencari suaka. SUAKA mendesak masyarakat untuk waspada terhadap informasi yang beredar online dan memverifikasi keaslian konten yang seringkali mencakup materi yang dibuat-buat atau dimanipulasi, serta ujaran kebencian yang dapat memicu kekerasan lebih lanjut.
Keseluruhan situasi di Aceh menunjukkan urgensi untuk tindakan kolektif dan terkoordinasi dalam melindungi pengungsi dan memastikan bahwa mereka mendapat perlindungan dan dukungan yang layak sesuai dengan kewajiban hukum dan moral Indonesia. SUAKA mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi pengungsi, serta menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan yang menjadi fondasi penanganan pengungsi secara global.
Narahubung:
Atika Yuanita P +62 813-8339-9078
Jayanti Aarnee K +62 859-2730-5281