SUAKA, kelompok masyarakat sipil yang bekerja pada isu perlindungan pencari suaka dan pengungsi, menyayangkan pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait permintaannya kepada Australia untuk membangun rumah detensi lebih banyak lagi dalam rangka penanganan pengungsi.
Pernyataan Menteri Yasonna terkait hal ini kami dapatkan salah satunya dari berita yang diterbitkan oleh The Jakarta Post yang berjudul “RI tells Australia it’s overwhelmed by refugees” tertanggal 10 Agustus 2016. Dalam pemberitaan tersebut, terlihat bahwa pemahaman Menteri Yasonna terkait penanganan pengungsi didasarkan pada fakta yang salah.
Terkait pernyataannya bahwa jumlah pengungsi yang datang ke Indonesia bertambah terus dengan cepat setiap tahunnya. Menurut data UNHCR Indonesia, benar terjadi kenaikan jumlah pengungsi yang datang ke Indonesia pada tahun 2012 dan 2013. Namun, pada tahun 2014 dan 2015 angka kedatangan ini menurun. Hingga bulan Juni 2016 saja, ada sebanyak 1.321 pengungsi yang masuk, yang mana merupakan penurunan 50% dari dari 2015.
Kami menyayangkan kenyataan bahwa Menteri Yasonna secara tidak langsung menyiratkan kekaguman pada Australia dalam penanganan pengungsi mereka. Kami ingin mengingatkan beliau bahwa penanganan pengungsi di Australia adalah salah satu yang terburuk dan paling banyak dikecam di dunia saat ini. Terlebih lagi dengan beredarnya Nauru files, dimana terdapat 2.000 lebih laporan terkait detil kekerasan fisik, kekerasan seksual, penyiksaan, keadaan hidup yang sangat buruk serta lainnya di Pulau Nauru, salah satu tempat detensi milik Australia.
Rumah detensi di seluruh Indonesia sudah tidak muat lagi menampung pencari suaka dan pengungsi semata-mata karena salah penanganan. Seharusnya mereka dibiarkan untuk bekerja secara informal, bersama dengan penduduk Indonesia. “Secara kemanusiaan, sangat tidak pantas bagi negara ini untuk memenjarakan orang-orang yang sedang kabur dari negaranya demi keselamatan nyawa. Seharusnya kita menyambut dan memberikan perlindungan bagi mereka, dan bukan mengkriminalkan serta mengurung mereka.” ujar Febi Yonesta, Ketua SUAKA.
Perlakuan pemerintah terhadap pencari suaka dan pengungsi dengan memenjarakan mereka sebenarnya melanggar konstitusi negara ini sendiri dan Undang-undang tentang HAM. Draft Peraturan Presiden yang khusus mengatur mengenai tata cara penanganan pengungsi sudah ada, dan sudah bertahun-tahun didiamkan. Untuk itu kami mendesak kepada Presiden Joko Widodo supaya segera mengesahkan Peraturan Presiden tersebut.*