(Selasa, 21/6) Di Hari Pengungsi Se-Dunia atau World Refugee Day 2016, problematika pengungsi belum kunjung selesai, jumlah pengungsi dan pencari suaka di dunia tiap tahun semakin meningkat. Kepala Perwakilan UNHCR Indonesia, Thomas Vargas menyatakan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 3.8 juta pengungsi di dalam wilayah Asia Pasifik. Sedangkan, menurut data UNHCR Indonesia, jumlah pencari suaka dan pengungsi di Indonesia sebanyak 13.679 orang. Sampai dengan akhir Januari 2016, sebanyak 7.616 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif dari Afghanistan (50%), Somalia (10%) dan Myanmar (5%). Sementara sejumlah 6,063 pengungsi terdaftar di UNHCR Jakarta dari Afghanistan (49%), Myanmar (11%), dan Somalia (8%). Para pengungsi dan pencari suaka di Indonesia tersebar di beberapa kota di Indonesia, seperti Medan,Pekanbaru, Jakarta dan juga kamp-kamp pengungsi di Timbang Langsa dan Bayeun, Aceh Timur.
Tahun ini, tema utama UNHCR dalam perayaan World Refugee Day 2016 adalah tanda pagar #withrefugees atau #bersamapengungsi. Senada dengan hal tersebut, SUAKA — sebuah jaringan masyarakat sipil sukarela yang beranggotakan LBH Jakarta, Human Rights Working Group (HRWG), dan individu-individu – merayakan World Refugee Day 2016 melalui acara Festival Budaya dan dengan konsep “Berjabat Tangan” di Gedung LBH Jakarta, Jl. Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat.
“Konsep ini kami buat sengaja untuk menciptakan ruang bertemu yang positif, tanpa hal-hal yang berbau politis, antara masyarakat Indonesia dengan para pengungsi lintas batas,” ujar Zico Pestalozzi, ketua acara yang juga Koordinator Kampanye SUAKA.
Festival Budaya
Acara Festival Budaya ini dipilih agar para pengunjung/publik dapat mengenal lebih dalam komunitas-komunitas pengungsi yang ada di Indonesia. Perwakilan komunitas pengungsi dipilih berdasarkan angka pengungsi lintas batas terbanyak yang ada di Indonesia. Komunitas pengungsi yang hadir diantaranya: Oromo Community, Roshan Learning Center, AbbaLove, Learning Nest, dan Refugee Learning Center.
Lebih jauh Zico Pestalozzi menjelaskan bahwa “Berkomunikasi dan saling memahami antara masyarakat Indonesia dengan para pengungsi lintas batas ini sangat diperlukan, karena ketidakpahaman itu yang sering membuat percikan konflik di masyarakat.”
Menegaskan hal tersebut Ketua SUAKA Febi Yonesta juga mengatakan bahwa kesenjangan informasi tidak hanya terjadi secara horizontal, tapi juga vertikal.
“Pada praktiknya, banyak badan-badan pemerintahan baik di pusat maupun daerah yang tidak memahami apa itu pengungsi lintas batas. Ini mengakibatkan penanganan yang diberikan tidak tepat sasaran,” ungkapnya
Acara World Refugee Day 2016 berlangsung meriah, para pengungsi dengan sangat antusias menyaksikan pertunjukan seni dan kebudayaan dari para komunitas-komunitas pengungsi. Pertunjukan seni dan kebudayan diantaranya adalah pembacaan puisi, pameran fotografi, menari, drama, dan juga pertunjukan musik etnik (world music) dari lintas kebudayaan yang berbeda.
Selain itu, juga terdapat booth-booth para komunitas untuk menampilkan hasil kerajinan tangan. Kerajinan tangan dihadirkan dalam bentuk bazaar pada booth-booth yang tersedia. Pada booth tersebut para peserta memamerkan dan menjual hasil kerajinan mereka. Sama halnya dengan ragam kuliner. Para pengunjung dapat mencicipi ragam kuliner dari negara-negara asal pengungsi.
SUAKA Terima Penghargaan dari UNHCR
Di tempat terpisah, UNHCR menggelar acara World Refugee Day 2016 di Goethe Institut, Menteng, Jakarta Pusat, 20 Juni 2016. Acara tersebut bertema “We Stand Together #WithRefugees”. Dalam perayaan tersebut, UNHCR memberikan penghargaan kepada lima lembaga yang secara konsisten terus berjuang dalam kerja advokasi dan pemberdayaan para pengungsi serta pencari suaka. Lima lembaga yang menerima penghargaan adalah Komnas HAM, SUAKA, Dompet Dhuafa, PMI, dan Rosan Learning Center. Menurut Thomas Vargas, Penghargaan ini diberikan kepada lembaga yang dinilai berani melawan arus, ditengah semakin meningkatnya intoleransi dan xenophobia, lembaga-lembaga tersebut tetap konsisten memberikan pelayanan terbaik kepada pengungsi.
Suaka sejak 2012 turut aktif mengembangkan sumber daya untuk mendukung perlindungan hak pengungsi di Indonesia. Beberapa masalah yang masih dihadapi oleh SUAKA di masa depan diantaranya kurangnya perlindungan hukum, lamanya masa tunggu untuk proses penempatan ke negara ketiga secara permanen, terbatasnya bantuan kebutuhan dasar (hak atas tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan) dan kondisi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) yang tidak manusiawi.
Oleh karena itu, melalui momen perayaan World Refugee Day 2016 diharapkan kelompok masyarakat sipil dapat terus mengadvokasi dan memperjuangkan perlindungan bagi pengungsi dan pencari suaka. Pemerintah Republik Indonesia juga diharapkan dapat turut aktif dalam menampung, menangani, dan memberikan bantuan bagi para pengungsi dan pencari suaka demi kemanusiaan lintas batas. (Husni)